JAM-Pidum Menyetujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian Motor di Kuantan Singingi

Globalpewartasakti.com | NASIONAL (GPS)  – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) dari 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu, 5 Maret 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Wiwin Ramadhan bin Wahidin dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi dimulai pada Kamis 26 Desember 2024 sekitar pukul 09.00 WIB, Saksi Sudirman bin Sumar berangkat ke kebun karet di Desa Teratak Baru, Kecamatan Kuantan Hilir, dengan maksud untuk menyadap getah karet.

Sesampainya di kebun, Saksi Sudirman bin Sumar memarkirkan sepeda motor Honda Supra Fit warna hitam dengan nomor polisi: BM 6559 KG, nomor rangka: MH1HB31195K033090, dan nomor mesin HB31E-1034668 di sekitar kebut karet tersebut sebelum Saksi mulai bekerja.

Pada saat itu, Tersangka Wiwin Ramadhan bin Wahidin melintas di dekat sepeda motor milik Saksi Sudirman Bin Sumar dan melihat motor tersebut terparkir dengan kunci menempel di sepeda motor, melihat kesempatan dan tidak ada orang yang melihat, Tersangka lalu mengambil sepeda motor tersebut dengan cara menghidupkan / menyalakan sepeda motor milik Saksi Sudirman Bin Sumar dan mengendarainya menuju Desa Gunung Melintang tanpa izin dan sepengetahuan Saksi Sudirman Bin Sumar.

Selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB saat hendak pulang, Saksi Sudirman bin Sumar mendapati sepeda motornya sudah tidak ada di tempat semula. Lalu, Saksi Sudirman bin Sumar berusaha mencari sepeda motor tersebut di sekitar kebun namun tidak menemukannya.

Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka tersebut mengakibatkan Saksi Sudirman bin Sumar mengalami kerugian kurang lebih Rp1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Sahroni, S.H.,M.H. dan Kasi Pidum Abraham Marojahan, S.H.,M.H., serta Jaksa Fasilitator Handika Iqbal Pratama, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, S.H., M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu 5 Maret 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 3 perkara lain yaitu:

TersangkaI Anthoni Istia dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Rifal Rinaldi als Rifal dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Geri Priadi bin Musa dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Sementara berkas perkara atas nama Tersangka M. Dino Aditya Pratama bin Mardono dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (*)

 

 

 

Sumber : Kejaksaan Agung

Exit mobile version