Legislator Tekankan Pentingnya Literasi Keuangan untuk Lindungi Konsumen

Globalpewartasakti.com | NASIONAL (GPS)  – Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi XI DPR RI bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI), dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Anggota Komisi XI DPR RI Didik Haryadi mengungkapkan pentingnya inovasi teknologi dalam mendorong perkembangan ekonomi, namun juga tetap menekankan kehati-hatian untuk melindungi konsumen.

Didik menyampaikan, bahwa meskipun kemajuan teknologi dan inovasi tidak bisa dihindari, penting bagi industri jasa keuangan untuk memastikan bahwa perubahan ini memberikan dampak positif terhadap kapasitas ekonomi dan keuangan masyarakat Indonesia, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.

“Kita tidak bisa menolak kemajuan teknologi, tetapi kita harus cermat dalam memastikan bahwa inovasi ini dapat meningkatkan kapasitas ekonomi dan keuangan, terutama di masyarakat menengah ke bawah,” ujar Didik Haryadi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senayan, Jakarta, Rabu (12/3/2025)

Lebih lanjut, Didik Haryadi menyoroti peran asosiasi fintech dalam mengelola pendanaan dan mencocokkan antara pihak yang membutuhkan dana dengan yang memiliki dana. Meskipun konsep ini telah diterapkan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya, ia mengingatkan pentingnya asosiasi fintech untuk menemukan strategi yang tepat agar dapat meningkatkan manfaatnya.

“Harus ada pola yang jelas dan strategi yang tepat agar bisa memberikan dampak positif. Semua pihak harus bekerja keras untuk membangun sistem yang dapat diandalkan,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Namun, Didik juga mengingatkan soal pentingnya perlindungan konsumen, khususnya terkait pinjaman yang tidak dapat dikembalikan. Menurutnya, perlu ada aturan yang jelas tentang bagaimana tanggung jawab para penyelenggara fintech ketika terjadi kredit macet atau gagal bayar. Ia menyarankan untuk memperhatikan cara penyelenggara fintech menyisihkan dana untuk menangani potensi risiko ini, mengingat bank-bank besar telah memiliki Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melindungi nasabah.

“Bagaimana dengan dana yang disisihkan oleh penyelenggara fintech untuk menanggulangi klaim atau gagal bayar? Apakah ada dana cadangan yang disimpan untuk hal-hal ini? Ini perlu dipikirkan bersama,” kata Didik Haryadi.

Didik juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara pihak yang memberikan pinjaman (lender) dan yang menerima pinjaman (borrower). Ia menilai, meskipun banyak kisah sukses dari penerima kredit, tidak banyak yang mengangkat cerita tentang kerugian yang dialami oleh para pemberi pinjaman. “Kita harus seimbang, antara yang memberi pinjaman dan yang menerima pinjaman. Semua harus adil, tidak ada yang dirugikan atau diuntungkan secara tidak wajar,” pungkasnya. (*)

 

 

 

 

Sumber : PARLEMENTARIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *